KECELAKAAN lalu lintas adalah peristiwa yang selalu meninggalkan luka mendalam. Bukan hanya menyangkut kehilangan nyawa, tetapi juga menyangkut kerugian materiil, trauma, dan perubahan besar dalam kehidupan keluarga korban.
Angka kecelakaan di Indonesia masih tergolong tinggi. Setiap tahun ribuan orang meninggal dunia dan puluhan ribu lainnya mengalami luka ringan maupun berat.
Di balik peristiwa yang memilukan itu, negara melalui PT Jasa Raharja hadir untuk memberikan perlindungan dasar. Kehadiran lembaga ini sering kali menjadi penopang harapan ketika keluarga korban tengah dilanda duka.
Jasa Raharja adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang memiliki tugas khusus, berbeda dari perusahaan asuransi komersial pada umumnya. Dasar hukum keberadaannya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang serta Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
Regulasi tersebut menegaskan bahwa setiap penumpang angkutan umum dan pengguna kendaraan bermotor di jalan raya berhak memperoleh jaminan santunan apabila mengalami kecelakaan.
Melalui mandat tersebut, Jasa Raharja bertanggung jawab mengelola dana yang dihimpun dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk santunan kepada korban. Fungsi ini sekaligus menjadi manifestasi nyata bahwa negara tidak tinggal diam ketika warganya tertimpa musibah di jalan raya.
Pendanaan Jasa Raharja berasal dari dua sumber utama. Pertama, iuran wajib penumpang angkutan umum yang sudah termasuk dalam harga tiket bus, kereta api, kapal, maupun pesawat.
Kedua, SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) yang dipungut bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor di kantor Samsat. Kedua mekanisme tersebut mencerminkan semangat gotong royong nasional.
Setiap orang yang membeli tiket perjalanan atau memperpanjang STNK sesungguhnya ikut turun tangan menolong korban kecelakaan. Dengan cara ini, perlindungan Jasa Raharja tidak semata-mata bersumber dari negara, melainkan juga hasil partisipasi masyarakat luas.
Santunan Jasa Raharja dirancang untuk meringankan beban korban dan keluarga dalam berbagai kondisi. Bentuknya antara lain santunan meninggal dunia bagi ahli waris korban yang wafat akibat kecelakaan, santunan cacat tetap yang disesuaikan dengan tingkat kehilangan fungsi tubuh, biaya perawatan korban luka-luka yang dibayarkan langsung kepada rumah sakit yang merawat, serta biaya penguburan apabila korban meninggal dunia tidak memiliki ahli waris.
Nilai santunan juga terus dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa perlindungan yang diberikan Jasa Raharja bersifat dinamis, bukan sekadar simbolis.
Kecepatan layanan merupakan salah satu ciri khas Jasa Raharja. Ketika kecelakaan terjadi, keluarga korban tidak perlu menghadapi birokrasi berbelit. Laporan kepolisian menjadi dasar administrasi, sementara kerja sama dengan rumah sakit memungkinkan pembayaran biaya perawatan ditangani secara langsung oleh Jasa Raharja.
Inovasi berbasis digital juga mempercepat proses. Integrasi data antara kepolisian, Samsat, dan fasilitas kesehatan membuat klaim santunan lebih efisien. Bahkan, dalam banyak kasus, santunan bisa diterima keluarga dalam waktu kurang dari 24 jam setelah dokumen lengkap. Transparansi ini memberi rasa aman bahwa dana masyarakat benar-benar kembali untuk tujuan sosial.
Di balik regulasi dan mekanisme, sesungguhnya yang paling terasa adalah dampak kemanusiaan. Ada banyak kisah nyata yang membuktikan betapa pentingnya peran Jasa Raharja.
Misalnya, seorang istri yang kehilangan suaminya dalam kecelakaan di jalanan dekat rumah mereka. Santunan yang diberikan membantu biaya pemakaman sekaligus modal kecil untuk melanjutkan hidup bersama anak-anaknya.
Ada pula cerita seorang pelajar yang mengalami patah tulang akibat kecelakaan motor. Seluruh biaya perawatan ditanggung oleh Jasa Raharja, sehingga keluarganya yang berasal dari ekonomi menengah ke bawah tidak terjerat utang rumah sakit. Dalam situasi terpuruk, bantuan ini menjadi secercah harapan.
Tugas Jasa Raharja tidak berhenti pada pemberian santunan. Lembaga ini juga berperan aktif dalam program pencegahan kecelakaan. Edukasi keselamatan berlalu lintas, penyuluhan di sekolah, hingga kerja sama dengan komunitas otomotif merupakan bagian dari strategi menekan angka kecelakaan.
Selain itu, Jasa Raharja kerap mendukung pembangunan sarana keselamatan, seperti pemasangan rambu di daerah rawan kecelakaan atau program mudik aman. Upaya ini menunjukkan bahwa Jasa Raharja ingin hadir sebelum tragedi terjadi, bukan hanya setelahnya.
Jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat di Indonesia berbanding lurus dengan risiko kecelakaan lalu lintas. Tantangan ini menuntut Jasa Raharja untuk semakin inovatif. Penguatan sistem digital, keterbukaan informasi publik, serta sinergi dengan instansi lain harus terus ditingkatkan.
Ke depan, Jasa Raharja tidak hanya diharapkan menjadi lembaga pemberi santunan, tetapi juga motor penggerak kesadaran kolektif akan pentingnya keselamatan di jalan. Dengan pengelolaan yang profesional, Jasa Raharja dapat menjadi model perlindungan sosial berbasis gotong royong yang efektif dan berkelanjutan.
Kecelakaan lalu lintas selalu menyisakan cerita duka. Namun, di balik itu, ada harapan yang tetap bisa digenggam berkat hadirnya Jasa Raharja. Lembaga ini menjadi bukti bahwa negara dan masyarakat bisa bergandengan tangan untuk saling melindungi.
Santunan yang diberikan memang tidak bisa mengembalikan nyawa atau menghapus luka batin, tetapi cukup untuk menopang langkah keluarga yang ditinggalkan.
Itulah sebabnya, Jasa Raharja layak disebut sebagai penopang harapan di tengah tragedi jalan raya. Selama semangat gotong royong terjaga, lembaga ini akan terus menjadi garda depan perlindungan sosial di Indonesia. (*)
Penulis Erwin Gunawan, SE., MM merupakan karyawan PT Jasa Raharja Wilayah Sulawesi Tengah.
