04 November 2025
25.4 C
Palu

Konstelasi Politik Nasional Berubah Pasca Deklarasi ‘AMIN’

Must read

PALU – Konstelasi politik nasional menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mulai menghangat. Ungkapan politik “cebong dan kampret” kembali menggelinding.
Fenomena politik ini secara nasional berubah dan menarik untuk dicermati terutama terkait dengan perilaku partai politik dan elite politik serta pemetaan populasi pemilih di Pulau Jawa.
Pakar politik dari Universitas Tadulako (Untad), Dr Darwis M.Si menjelaskan bahwa Partai politik dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden harus mencukup paling tidak melebihi dari 20 persen dari Parlemantary Threshold (PT), kecuali PDI-P meskipun tunggal dirinya dapat mengusung Bacapres.

Terkait koalisi partai kata Darwis, saat ini ada tiga Bakal Calon Presiden (Bacapres) yang telah diusung tiga kelompok Partai Politik.
Partai Nasdem yang lebih awal mencalonkan figure Anis Baswedan yang didukung dengan Partai Demokrat dan PKS. Mulanya secara intens, pada proses politik dengan interval waktu yang cukup lama, kerap melakukan komunikasi politik adalah Anis Baswedan dan Agus Hari Murti Yudoyono (AHY), hampir saja mengerucut dan public pun telah meyakinkan bahwa keduanya akan berpasangan menuju Pilpres 2024.

Kelompok kedua, koalisi partai Gerindra dan Golkar serta PAN mengusung Prabowo Subianto atas prefensi politik Presiden Jokowi.
Kelompok ketiga, koalisi partai Politik Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan mengusung Bakal Capresnya adalah Ganjar Pranowo.
Yang tidak dinyana lanjut Darwis bahwa, kotentasi yang alot dan dinamis perhatian masyarakat politik Indonesia saat ini tertuju pada perilaku politik Partai Nasdem dan Partai Demokrat yang telah lebih awal merencanakan akan menyandingkan Anis Baswedan dan Agus Harimurti Yudoyono (AHY).
‘’Namun pada 30 Agustus 2023 tanpa dugaan bahwa Anis Baswedan memilih berpasangan dengan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) Ketua PKB,’’ ungkapnya.

Realitas politik ini lanjut jebolan doktor UGM itu, kemudian memproduksi dinamisasi politik nasional hingga pada perpolitikan lokal, dengan adanya pencabutan atau penurunan Baliho pasangan Anis R Baswedan dan AHY.

Menurut Dosen FISIP Universitas Tadulako itu bahwa kondisi perpolitikan dewasa ini menjadi sorotan public adalah fenomena pasangan Anis R Basweda dan Muhaimin Iskandar yang telah dideklarasikan dengan “AMIN”.

Kondisi perpolitikan nasional itu kata Darwis, telah menunjukkan dua Aliran Politik Nasional, yaitu pertama, kelompok partai politik Nasionalis Relegius, yaitu Partai Nasdem, PKB dan PKS (jika belum bergeser) yang mengusung pasangan Anis R Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Kelompok kedua yaitu aliran politik Nasionalis Sekuler yang terdiri dari Koalisi PDI-P, dan Partai Koalisi Gerindra.

Hal lain lanjut pakar politik dari Untad Palu itu bahwa ada beberapa pertimbangan electoral yakni, potensi pemilih yang berdomisili di Pulau Jawa sekitar 90 jutaan. Rinciannya Jawa Barat sekira 33.270 845 dan Jawa Timur 30.912.994 serta Jawa Tengah 27.896.902.
Yang pertama Potensi Capres Anis Baswedan dan Muhaimin Iskandar dengan basis NU di Jawa Timur untuk menyokong suara dukungannya. Anis Baswedan di sisi lain memiliki basis massa pendukung di Jakarta dan Jawa Barat.
Potensi suara pemilih yang beragama Islam dari NU dan kelompok 212 potensi mendukung Capres dan cawapres dari Koalisi Nasdem dan PKB serta PKS sampai saat ini.

Sementara yang kedua, kelompok partai Nasionalis Sekuler yang mendukung Prabowo Subianto di sana ada PAN yang berbasis massa Muhammadiyah namun, tergembosi dari Partai Ummat besutan Amin Rais sebagai tokoh kharismatik Muhammadiyah.
Pengaruh ketokohan Amin Rais, potensi separuh massa Muhammadiyah mengalihkan dukungannya kelompok Nasionalis Relegius (AMIN).
Demikian pula, suara atau pendukung PDI P yang mengusung Ganjar Pranowo, akan terpecah, yaitu masyarakat nasionalis sekuler akan mendukung kelompok koalisi Gerindra dan pihak lain mendukung ke PDI-P.
Sebagai kesimpulan kata pakar politik dari Untad Palu, perlu dijadikan renungan oleh para elite politik. Yang pertama, para elite politik sebaiknya menghindari isu politisasi politik aliran, tetapi lebih mengedepankan debat gagasan besar, peningkatan kesejahteraan rakyat menuju bangsa yang maju dan beradab.
Kedua harapnya, Pilpres 2024 sebaiknya dijadikan instrument pendidikan politik bagi bangsa dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. (lib)

-IKLAN-spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest article

More articles

WeCreativez WhatsApp Support
Silahkan hubungi kami disini kami akan melayani anda 24 Jam!!