04 November 2025
25.1 C
Palu

Kisah Mas Fais Merintis Usaha Kulinernya, Cara Merekrut Karyawan Lewat Pemasok Bahan Baku

Must read

SORE itu, Senin (10/3/2025), pukul 16.00 WITA, langit masih terang namun mulai berpendar lembut, perlahan bertransisi dari terik siang menuju senja yang tenang.

Di depan sebuah warung makan sederhana, Kedai Radja Penyet Mas Fais di Jalan Jendral Ahmad Yani, Besusu Tengah, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Sulawesi Tengah, deretan motor terparkir rapat, seolah menandakan bahwa tempat ini menjadi tujuan banyak orang yang tengah bersiap menyambut berbuka.

Sesekali suara deru mesin yang baru tiba atau yang bersiap pergi berpadu dengan obrolan ringan orang-orang di sekitarnya.

Di balik meja dapur yang terletak dibagian depan kedai, tampak para karyawan bergerak cekatan. Meski tangan mereka terus bergerak, sesekali terdengar obrolan ringan, canda singkat diantara tugas yang tak henti, suasana kekeluargaan yang sangat terasa.

Salah satu dari mereka menghampiri media ini. “Ada yang bisa saya bantu?,” ucapnya, lalu pergi setelah mendengar jawaban, tak lupa memberikan perintah untuk duduk disalah satu kursi yang ada di kedai tersebut.

Saat menunggu, terlihat pria paruh baya menggunakan rompi berwarna orange berjalan dari belakang.

“Boleh kita duduk disana saja?,” pintahnya. Ia adalah Fais Arfianto yang kerap disapa Mas Fais. Seorang nahkoda kedai yang kini sudah memiliki 4 cabang dan jumlah karyawan kurang lebih 50-an.

Pada tahun 2010, di tengah kesibukannya sebagai seorang polisi, Mas Fais dihadapkan pada kenyataan hidup yang tidak selalu mudah. Bersama adiknya, ia menjalani hari-hari dengan kesederhanaan, mereka sering kali harus membeli makan malam di luar.

Dari kebutuhan itulah muncul sebuah pemikiran sederhana yang kelak menjadi awal dari perjalanan panjangnya di dunia bisnis, mengapa tidak membuka warung makan sendiri?.

“Kenapa saya tidak buat Mas Joko waktu itu,” ringkasnya.

Dari ide itu, lahirlah Mas Joko, sebuah warung lalapan yang awalnya hanya dimaksudkan untuk menambah penghasilan. Sebagai seorang PNS dengan cicilan bank yang harus dibayar, ia menyadari bahwa mengandalkan gaji saja tidak cukup.

Ia butuh usaha yang bisa berjalan tanpa mengganggu tugasnya sebagai polisi. Dengan tekad yang kuat, ia mulai merintis usahanya.

Warung pertamanya berdiri di Asrama Perintis, tempat yang dihuni banyak anggota kepolisian dan pegawai negeri. Selama dua bulan, Mas Fais mencoba membangun usaha di sana. Namun, ia menghadapi kendala, pelanggannya sebagian besar adalah penghuni asrama yang sering bertugas ke luar kota. Hal ini membuat warung sulit berkembang karena tidak ada arus pelanggan yang stabil.

Namun, Mas Fais tidak menyerah. Ia menyadari bahwa lokasi yang strategis adalah kunci keberhasilan sebuah usaha. Dengan penuh pertimbangan ia membuka kembali warungnya di Jalan Towua, Kelurahan Tatura Selatan, Kecamatan Palu Selatan, tempat yang lebih terbuka untuk umum.

Awalnya, tempat itu diberi nama Warung Makan Fais, lalu ia mengubahnya menjadi Lesehan Mas Fais, mencoba menghadirkan suasana makan yang lebih nyaman bagi para pelanggan. Namun, perubahan terbesar terjadi pada tahun 2015, ketika ia menetapkan nama Radja Penyet Mas Fais, yang bertahan hingga sekarang. Dengan ketetukan dan semangat pantang menyerah, Radja Penyet Mas Fais kini dikenal sebagai tempat makan yang digemari banyak orang.

Sebelum merintis usahanya di Palu, Mas Fais telah lebih dulu mengenal dunia kuliner. Pengalamannya bekerja di salah satu restoran di Pulau Jawa menjadi bekal berharga, ia pandai memasak dan memahami manajemen bisnis restoran meskipun dalam bentuk yang masih sederhana. Ilmu yang ia miliki tak berhenti disitu. Mas Fais terus mencari inspirasi, menggali wawasan dari berbagai sumber. Ia rajin menelusuri Twitter dan Youtube, menyerap berbagai informasi tentang dunia bisnis.

Dalam memilih jenis usaha, Mas Fais tidak ingin sesuatu yang terlalu rumit. Ia mencari bidang yang sederhana namun memiliki pasar yang luas. Warung makan dengan menu seperti ayam goreng, ayam bakar, tahu tempe, dan lele menjadi pilihan yang tepat.

“Ini yang paling mudah, karena jualan mas joko seperti ini tidak perlu mengedukasi orang lagi dan tidak perlu dijelaskan lagi mengenai menunya,” katanya.

Saat pertama kali membangun bisnis, tantangan terbesar yang dihadapi Mas Fais bukan hanya soal modal atau tempat, tetapi justru sumber daya manusia. Awalnya, ia mengelola segalanya sendiri, namun dengan kesibukannya sebagai polisi yang memiliki tanggung jawab besar di kantor, ia menyadari bahwa tidak mungkin ia menjalankan usaha ini sendirian, ia membutuhkan karyawan.

“Waktu bangun bisnis, tantangan terbesarnya adalah sumber daya manusia, selain saya kerja sendiri, karena kesibukan saya juga sangat padat di kantor dan sebagainya, saya mau tidak mau harus punya karyawan,” terang Mas Fais kepada Radar Sulteng, sore itu.

Menemukan tenaga kerja yang tepat bukan perkara mudah. Karyawan datang dan pergi, keluar-masuk silih berganti, membuat kestabilan usaha sulit dipertahankan. Setiap kali berhasil mendapatkan pekerja, tidak lama kemudian ada saja yang memilih pergi. Masalah ini terus berulang, menjadi tantangan yang harus ia hadapi dari waktu ke waktu.

Dalam keterbatasan waktu itu, Mas Fais tidak memiliki sistem rekrutmen formal seperti bisnis besar. Cara satu-satunya adalah mengandalkan jaringan pertemanan dan rekomendasi dari orang-orang sekitar.

Setiap kali bertemu dengan seseorang yang berpotensi menjadi perantara, ia tak segan untuk bertanya. Salah satu caranya adalah saat berinteraksi dengan pemasok bahan baku.

Misalnya, saat bertemu dengan supplier lele, Mas Fais akan bertanya “Ada nda yang mau kerja sama saya?” Dengan cara sederhana itu, ia mendapatkan beberapa orang untuk membantu di warung. Proses rekrutmen ini benar-benar manual.

Dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya, Mas Fais selalu mengedepankan inovasi. Bertahan dalam dunia bisnis bukan hanya soal menjaga stabilitas, tetapi juga terus berkembang dan beradaptasi. Di Palu, mungkin banyak orang yang melihat bagaimana warungnya kerap menghadirkan menu baru, itulah bentuk inovasi yang terus ia lakukan, agar pelanggan selalu memiliki pengalaman yang menarik setiap kali datang.

Lebih dari sekadar bisnis, Mas Fais memiliki misi yang lebih besar, yaitu berkontribusi bagi lingkungan sekitarnya. Ia percaya bahwa usaha yang baik bukan hanya yang menguntungkan secara finansial, tetapi juga yang mampu memberikan dampak positif bagi orang lain.

Mas Fais tidak menetapkan tolak ukur pasti untuk mengukur keberhasilan, namun setiap tahun ia selalu memiliki tujuan yang jelas, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Dengan visi yang terarah, ia membangun bisnisnya dengan fondasi yang kuat, berlandaskan nilai-nilai yang ia junjung tinggi. Salah satu nilai utama yang selalu ia pegang adalah kedisiplinan.

“Nilai-nilai yang dijunjung yang pertama adalah kedisiplinan, untuk mendapatkan kedisiplinan ini tidak perlu bujuk rayu, tidak dengan senda gurau tapi dengan ketegasan,” kata Mas Fais.

Setiap karyawan harus berpenampilan rapi, harus datang tepat waktu, karena jika keduanya tidak dijalankan, bagaimana mungkin mereka bisa melayani pelanggan dengan baik? Kedisiplinan bukan sekadar aturan, tetapi budaya kerja yang harus dipegang teguh.

Dibalik ketegasan itu, ada nilai lain yang tak kalah penting, yaitu kekeluargaan. Mas Fais ingin menciptakan lingkungan kerja yang hangat, dimana semua orang saling peduli dan mendukung satu sama lain.

Jika ada karyawan yang sakit, mereka akan dijenguk. Jika ada karyawan yang menikah, mereka turut merayakan. Jika ada yang mengalami kesulitan, mereka berusaha membantu sebisa mungkin. Usaha ini bukan sekadar tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah bagi mereka yang bekerja didalamnya.

Lebih dari itu, Mas Fais juga selalu berusaha untuk berkontribusi kepada masyarakat. Baginya, bisnis bukan hanya mencari keuntungan, tetapi juga tentang memberi kembali. Bentuk kontribusi ini dilakukan dalam berbagai cara, seperti mengadakan kegiatan bersih-bersih di Masjid setiap jumat, yang sudah rutin berlangsung selama kurang lebih enam bulan.

Selain itu, setiap hari Jumat, ia juga berbagi nasi kotak dan es teh gratis dibeberapa masjid sebagai bentuk kepedulian bagi mereka yang membutuhkan. Saat bulan Ramadan, ia selalu memasak dalam jumlah besar dan mendukung berbagai kegiatan sosial dengan memberikan potongan harga.

“Misalnya ada acara dengan anak panti, tiap pembelian 1000 dus, 500 dus yang harganya Rp27 ribu, kita pangkas di angka Rp22 ribu. Itukan menjadi salah satu bentuk support kami juga,” ungkapnya.

Mas Fais membuktikan bahwa bisnis yang sukses bukan hanya tentang seberapa besar keuntungan yang didapat, tetapi juga tentang seberapa banyak manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain.

Bagi Mas Fais, pencapaian terbesar dalam perjalanannya sebagai pengusaha bukan hanya tentang keuntungan atau popularitas tetapi tentang bagaimana ia mampu mengelola empat cabang dengan baik dan benar. Sebuah pencapaian yang lahir dari ketekunan, keteguhan, dan semangat untuk terus bertahan. Padahal, di masa lalu, ia pernah membawa bisnisnya hingga tujuh cabang. Namun, hidup tak selalu berjalan seperti yang direncanakan.

Saat badai menerpa, semuanya berubah. Gempa yang mengguncang Palu dan pandami yang melumpuhkan dunia menjadi pukulan berat yang tak terhindarkan. Usaha yang dulu berdiri kokoh harus menghadapi masa-masa sulit yang mengancam keberlangsungannya. Dari yang sebelumnya memiliki 80 karyawan, ia harus menyaksikan satu per satu pergi hingga akhirnya tersisa empat atau lima orang.

Bahkan, di titik terendahnya, Mas Fais membayar gaji mereka dari uang pribadinya, sesuatu yang sebenarnya tidak seharusnya terjadi, tetapi ia lakukan demi memenuhi hak karyawannya. Hingga akhirnya keadaan memaksanya untuk menutup usaha sementara.

Dari keterpurukan itu, Mas Fais tidak memilih untuk menyerah. Ia bangkit kembali membangun dari awal, menghadapi kenyataan dengan kepala tegak, dan menyusun strategi baru untuk kembali berdiri. Pelajaran terbesar yang ia petik dari semua ini adalah untuk tidak pernah berhenti belajar dan tidak cepat merasa puas. Karena dalam dunia usaha, ketidakpastian bisa datang kapan saja.

“Kalau jadi seorang pebisnis, jadi pengusaha, kita harus belajar terus. Karena sewaktu-waktu itu bisa berubah. Berubahnya adalah tiba-tiba ada covid, strategi yang dilakukan pun itu sangat berbeda jadi harus belajar terus, belajar belajar belajar, belajar itu dari mana pun, dari siapapun dan darimana pun,” tegas Mas Fais.

Harapan terbesar Mas Fais adalah melihat usahanya terus bertumbuh, tidak hanya dalam skala bisnis, tetapi juga dalam manfaat yang bisa diberikan kepada orang-orang di sekitarnya. Ia ingin setiap langkah yang diambil tidak hanya membawa keberhasilan bagi dirinya sendiri. Lebih dari itu, ia berharap orang-orang yang berjalan bersamanya dalam perjalanan ini mampu beradaptasi dan berkembang seiring berjalannya waktu agar tidak tertinggal.

“Ibarat kereta, seperti kereta Jepang, bahwasanya semua gerbong itu berfungsi, semua gerbong itu punya penggerak, jadi tidak hanya saya yang menggerakkan tetapi semuanya bisa berkontribusi. Jadi sama-sama kita bisa berjalan dengan baik,” tutupnya.(*)

-IKLAN-spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest article

More articles

WeCreativez WhatsApp Support
Silahkan hubungi kami disini kami akan melayani anda 24 Jam!!