MORUT – Proses mediasi ganti rugi lahan antara Ni Made Sami dan Kepala Desa Bunta Christol Lolo yang difasilitasi oleh Polres Morowali Utara, Selasa (22/4/2025), belum menemukan titik temu.
Sengketa terkait lahan seluas tiga hektare yang diklaim milik Ni Made Sami itu justru memunculkan banyak pertanyaan baru, terutama soal transparansi dana ganti rugi dari PT SEI yang belum diterima pemilik lahan.
Dalam pertemuan tersebut, hadir kuasa hukum Kades Bunta, Agus Salim, Arsyad dan Abdul Hamid pendamping Ni Made Sami, perwakilan PT SEI, serta Wakapolres Kompol Suriadi dan Kasat Reskrim AKP Arsyad Maaling.
Menurut Abdul Hamid, sejak awal mediasi, pendamping hukum Kades Bunta hanya menawarkan ganti rugi sebesar Rp1 miliar, jauh dari tuntutan Ni Made Sami yang semula sebesar Rp3 miliar.
Namun setelah negosiasi tertutup antara Kades Bunta dan Ni Made Sami di ruang kerja Wakapolres, tawaran dari pihak desa naik menjadi Rp1,3 miliar, sementara Ni Made Sami menurunkan tuntutannya menjadi Rp1,7 miliar.
Dari angka itu, Kades Bunta lantas meminta waktu hingga Senin mendatang untuk memberikan keputusan akhir setelah berkoordinasi dengan tim desa.
“Ini menimbulkan dugaan kuat bahwa dana ganti rugi dari PT SEI telah dibagi-bagi secara tidak transparan oleh tim desa,” ujar Hamid dihubungi wartawan usai mediasi.
Ia juga menyebut hingga kini pihak perusahaan tidak mau membuka secara transparan jumlah dana yang telah diserahkan kepada tim desa. Begitu juga soal dokumen yang digunakan tim desa sebagai dasar pengajuan ganti rugi.
“Kami hanya ingin melihat kejujuran dari tim desa,” kata Yanto, Humas PT SEI, seperti ditirukan oleh Hamid.
Penyampaian tersebut, lanjut Hamid, justru memicu indikasi persekongkolan antara tim pembebasan lahan desa dan oknum di PT SEI.
Dugaan persekongkolan kian menguat setelah pihak PT SEI sempat meminta agar Persatuan Pemilik Lahan Sawit (PPLS) menunda aksi protes yang mendesak SEI menghentikan aktivitas di atas lahan Ni Made Sami, Minggu (21/4/2025).
“Jam satu malam pihak PT SEI ajak kita untuk ketemu, mereka minta supaya jangan dilakukan aksi. Alasannya agar kami memberikan waktu ke tim desa itu untuk menyelesaikan soal ganti rugi di hari Senin,” ungkap Hamid.
Hamid juga menyebut ada yang tak beres pada sikap Kades Bunta dan tim desa yang tidak mengakui lahan milik Ni Made Sami dalam mediasi ini. Padahal, tanah tersebut diperoleh Ni Made Sami dari transaksi jual beli dengan Crhistol Lolo.
Pada April 2022, Crhistol Lolo pernah dilaporkan Ni Made Sami ke Polres Morut atas dugaan penipuan jual beli lahan yang sekarang jadi masalah.
“Saya pernah mendesak kepolisian untuk segera memproses Kades Bunta sesuai laporan penipuan di tahun 2022. Namun pihak Polres Morut menyampaikan laporan Ni Made Sami itu tidak bisa dinaikkan ke tingkat penyidikan karena tanahnya ada,” beber Hamid.
Sementara itu dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar DPRD Morut di ruangan Training Center PT SEI, Rabu (27/2/2025), Kades Bunta secara tegas mengakui masih tersisa tiga hektare lahan milik Ni Made Sami.
RDP itu dihadiri Ketua DPRD bersama sejumlah Anggota DPRD Morut, Kapolres Morut, Kepala BPN, dan perwakilan PT SEI. Di kesempatan itu, pihak SEI menunjukkan peta area pembebasan lahan seluas 90,7 hektare di Bungini dan Bunta.
Dari 90,7 hektare itu, PT SEI telah membebaskan lahan seluas 87,7 hektare melalui tim lahan desa dan secara langsung kepada pemilik lahan. Sementara 3 hektare milik Ni Made Sami akan dibayarkan setelah RDP melalui tim desa.
“Kalau tanahnya tidak ada, kenapa di RDP Kades akui? PT SEI juga sudah melakukan pengukuran dan masuk peta areanya. Sekarang kenapa jadi tidak diakui?” tambah Hamid.
Sementara itu, Agus Salim menyatakan bahwa pihaknya sudah memberikan dua opsi kepada Ni Made Sami.
“Kalau setuju, kami bayar Rp1 miliar. Kalau tidak, silakan tempuh jalur hukum. Kami siap tunggu di pengadilan,” ujar Agus dihubungi terpisah.
Agus menegaskan bahwa dirinya hanya bertindak sebagai kuasa hukum Kades Bunta dan tidak mengetahui perihal dana yang disebut-sebut telah diterima tim desa.
Dia juga membantah kabar yang menyebut dirinya menerima dana Rp1,5 miliar dari PT SEI.
“Kalau ada yang kirim uang segitu, saya sudah beli Fortuner. Saya tidak tahu soal uang tim desa, bukan bagian saya,” katanya berseloroh.
Terkait keberadaan surat keterangan tanah (SKPT) milik Ni Made Sami dalam masalah ini, Agus menambahkan bahwa Kades memiliki kewenangan untuk mencabutnya.
Ia menyebut, langkah pencabutan bisa dilakukan dan diuji melalui proses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kalau memang terjadi kekeliruan administratif, maka SKPT bisa dicabut. Jika ada yang keberatan, silakan gugat ke PTUN,” ujarnya.
Ni Made Sami menyatakan bahwa jika tuntutannya sebesar Rp1,7 miliar tidak dipenuhi, ia akan membuat laporan resmi ke pihak berwajib.
“Kalau tidak dipenuhi, baku hambur saja. Saya akan lapor,” ujarnya tegas.
Terpisah, Kades Bunta Christol Lolo masih tidak merespon upaya konfirmasi terkait ganti rugi lahan Ni Mades Sami, meski wartawan beberapa kali menghubunginya. (ham)
