PALU – Setidaknya ada beberapa spesies yang sebelumnya dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sulteng yang dibawahi Kementerian Kehutanan (Kemenhut), akan beralih kewenangannya ke Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar yang dinaungi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Terbitnya UU Nomor 32 Tahun 2024 pada 7 Agustus 2024 tentang perubahan UU Nomor 5 Tahun 1990 menjadi dasar utama pengalihan pengelolaan Tumbuhan Satwa Liar (TSL), yang meliputi berbagai jenis biota seperti ikan, udang, lobster, terumbu karang termasuk satwa liar buaya muara di Kota Palu secara khusus, dan Sulawesi Tengah pada umumnya.
“Tapi karena ada terbitnya putusan sela terkait dengan pengujian formil UU 32 itu, sehingga pengalihan kewenangannya ditunda dulu sampai ada putusan akhir Mahkamah Konstitusi,” kata Koordinator BPSPL Makassar Wilayah Kerja Sulawesi Tengah, Andi Syahruddin kepada Radar Sulteng.
Menurut Andi, posisi sekarang ini untuk pengelolaan TSL selain ikan bersirip itu masih kewenangannya di Balai KSDA, sampai menunggu keputusan akhir dari Mahkamah Konstitusi.
Kata dia, jenis biota aquatic yang akan beralih pengelolaannya ke KKP seperti amphibia, coelenterate, crustacean, echinodermata, mammalia, mollusca, reptilia, dan xiphosura.
“Kita nanti lihat keputusannya seperti apa, kalau secara undang-undang memang sudah di Kementerian Kelautan dan Perikanan, tetapi ada proses-proses yang dilalui,” lanjut Andi.
Andi juga menjelaskan, dalam hal penanganan TSL perairan khususnya buaya muara di Kota Palu, pihak BPSPL juga sudah dilibatkan di rapat bersama dengan instansi terkait dan Pemerintah Kota (Pemkot) Palu baru-baru ini.
“Kita diundang oleh Pemkot Palu, karena memang Teluk Palu sudah terkenal merupakan habitat dari buaya tadi,” kata Andi.

Di rapat tersebut menurut Andi, berdasarkan hasil data teman-teman KSDA bahwa buaya sudah mulai terdegradasi habitatnya, salah satunya karena aktivitas manusia semakin ke arah pesisir, termasuk pembangunan-pembangunan pemukiman di habitatnya mereka.
“Yang kedua kemungkinan sumber makanan di habitat mereka sudah berkurang, sehingga dia mencari sumber makanan yang lain salah satunya di muara, disitulah terjadi konflik antara manusia dengan buaya,” ujar Andi.
Terkait upaya-upaya yang dilakukan KKP dalam rangka pengalihan TSL buaya tersebut, saat ini pihaknya masih menyiapkan dari tatanan regulasinya untuk pelaksanaan di lapangan, sehingga nanti dalam proses pengalihan itu KKP sudah siap untuk melakukan penanganan atau pengelolaan TSL yang dilimpahkan ke KKP.
“Kami juga terus belajar dengan teman-teman KSDA bagaimana cara melakukan penanganan (buaya, red) ketika terjadi konflik dengan masyarakat, kemudian memang banyak dilakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak memasifkan kegiatan di habitat buaya,” sebutnya.(acm)
